Avian Influenza Seminar

Ceva Dukung Indonesia Bebas AI 2020

Melalui CIRAD yang dikembangkan, Ceva bisa menjadi salah satu metode alternatif penanggulangan penyakit viral berbahaya seperti AI dan ND

 

Guna membedah informasi terkini tentang AI (Avian Influenza/flu burung) PT Ceva Animal Health Indonesia (Ceva) bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengadakan seminar AI di IPB International Convention Center Bogor pada (13/5). Seminar yang dihadiri para praktisi dan akademisi di bidang perunggasan ini menampilkan 4 pembicara yaitu Prof. Dr. Drh. I Wayan T. Wibawan, MS; Drh. Etty Wuryaningsih; Dr. Pierre-Marie Borne; dan Dr. Marcelo Paniago.

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, drh. Agus Sutiyono, MS, Ph.D, APVet berpendapat, flu burung merupakan ancaman bagi kesehatan hewan dan manusia di berbagai belahan bumi.

           

AI di Indonesia

            Prof.Wayan yang merupakan pengajar di Departemen Imunologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, membawa para peserta seminar untuk mengingat kembali bagaimana virus AI merebak di Indonesia. Kasus pertama AI di lapangan terjadi di 2003 dan sangat intens dibahas bahkan virus AI dikelirukan sebagai VVND (Velogenic Viscerotropic Newcastle Diease).

Masih menurut Prof. Wayan, kasus AI di 2003 mulai merebak di peternakan layer (ayam petelur) di daerah Legok Tangerang, kemudian diikuti kejadian di ayam kampung. Sejak wabah pertama hingga 2012, kasus AI terjadi di 30 provinsi (lebih dari 247 kabupaten/kota). Dengan penyebaran penyakit AI yang begitu cepat, tidak mungkin dilakukan stapping out (pemusnahan secara massal), sehingga pemerintah pada waktu itu melakukan  vaksinasi, meskipun belum popular.

            Saat itu, pemerintah mengizinkan 3 jenis vaksin yang beredar, baik homolog maupun heterelog, yakni H5N1, H5N2, dan H5N9, tapi sekarang hanya diperbolehkan H5N1, 2 jenis vaksin lainnya tidak diizinkan lagi dipergunakan di Indonesia. “Pada saat itu, vaksinasi dilakukan pada ayam komersial juga ayam kampung,” katanya.

            Di 2005, kasus AI mulai dilaporkan terjadi pada peternakan broiler (ayam pedaging) di daerah Pantura (pantai Utara) Jawa yang lalulintas unggasnya sangat tinggi.“Pada waktu itu, peternak menanyakan apakah vaksinasi AI bisa dilakukan pada broiler? Kenyataan di lapangan, jika vaksin AI diberikan pada broiler, umumnya dilakukan 1 kali saja. Jika dilihat hasilnya, vaksinasi pada broiler mampu menekan mortalitas, tapi yang perlu kita khawatirkan, karena 1 kali vaksin, kemungkinan belum cukup sehingga ditakutkan akan menyebabkan manifestasi subklinis AI pada hewan atau unggas-unggas yang memiliki titer antibodi tangguh,” papar Wayan.          

            Sementara itu, drh. Etty menyatakan, data yang diperoleh Unit Respon Cepat AI Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian dari 2007 hingga April 2016 menunjukkan tren kecenderungan kasus AI menurun. “Tetapi tentunya data inihanya data lapangan yang mayoritas berasal dari peternakan komersial skala kecil dan ayam kampong intensif,” ujarKoordinator Medik Veteriner, Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian ini.

            Pada rentang waktu 2009-2016, trennya menunjukkan kasus AI pada bulan-bulan tertentu kecenderungannya meningkat. Perubahan cuaca dari panas ke musim penghujan menunjukkan peningkatan kasus di lapangan.

            Saa tini, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, khususnya Direktorat Kesehatan Hewan bekerjasama dengan berbagai stakeholder sedang menjalankan program roadmap Indonesia bebas AI 2020 seperti melalui upaya mencegah sumbernya dan memutus matarantai dari pemasaran unggas. “Di 2015, Maluku Utara sudah ditetapkan bebas AI, 2016 Maluku dan Papua ditargetkan bebas AI, Kalimantan dan NTB di 2018, Sumatera, Sulawesi dan Bali di 2019, barukemudian Pulau Jawa di 2020 ditargetkan bebas AI dan Indonesia secarake seluruhan,” paparEtty.

 

Model CIRAD

            Pada kesempatan ini, Ceva memperkenalkan model yang dikembangkan untuk mendapatkan pergerakan rantai DOC (ayam umur sehari) di suatu negara dan memperkirakan jangkauan (coverage) vaksin berdasarkan beberapa cara dan metode vaksinasi termasuk vaksin DOC.Model yang dinamai CIRAD (Centre for International Cooperation in Agronomic Research for Development) ini berupa analisis jejaring antara system produksi dengan model imunitas.

Menurut Pierre, analisis dilakukan dengan beberapa metode, yaitu memetakan industry perunggasan suatu negara, identifikasi dan mengukur dinamika dari interaksi stakeholder, sertaanalisis model berupa data imunitas, perbandingan cara vaksin, juga dampaknya. Model ini dapat digunakan sebagai salah satu metode alternatif penanggulangan penyakit viral berbahayaseperti AI dan ND.“Dampak yang diharapkan adalah coverage vaksin mencapai 100%, shedding virus dapatdikurangi, serta meningkatkan dampak perekenomian dan sosial di suatunegara,” jelas Director Veterinary Public Health, Ceva Animal Health International ini.

             

Tantangan AI Mendatang

            Tantangan yang dihadapi manusia dalam mengendalikan AI di masa mendatang yaitu berbagai masalah yang kompleks dalam mengontrol AI mulai dari teknis maupun non teknis. “Semuanya memegang peranan penting dalam aspek pengendalian AI di suatu negara,” ucap Marcelo.

Director Global Veterinary Servicers – Poultry Ceva Sante Animale ini memberikan contoh terkait pola beternak. Di Perancis dan Eropa, umumnya pola beternak sudah semi ekstensif karena mempertimbangkan aspek kesejahteraan hewan. “Pola beternak ini juga mengubah program pengendalian AI dari berbagai aspek,” tandasnya.

            Pengendaian AI dengan vaksinasi pun harus dikaji ulang. “Apakah masih butuh banyak vaksin untuk banyak subtype dan clade?,atau ada proteksi silang seperti ND? Ini harus ditelusuri dan diperdalam,” tegasnya.

Virus AI, menjadi isu yang pengaruhnya sangat besar. Selain ekonomi, isu AI yang merebak di suatu negara juga berpengaruh pada aspek sosial bahkan politik. “Semoga saja, kedepan virus AI dapat ditanggulangi dengan cara yang paling tepat dan aman,” harap Marcelo.

            Mengingat hal itu, dikatakan Marcelo, Ceva Sante Animale telah meluncurkan vaksin generasi baru untuk kontrol Avian Influenza, yakni Vectormune ®AI pada bulan April 2012. Vaksin ini cocok untuk layer, broiler, maupun breeding. Ini telah dikembangkan menggunakan ilmu kontemporer dan teknologi baru yang telah diterapkan untuk vaksin. Perlindungan Vectormune ®AI telah dievaluasi terhadap strain yang berbeda dari virus AI (H5N1).

            Avian Influenza mengancam kehidupan jutaan peternak unggas dan menghilangkan komunitas sumber penting protein hewani. Penyakit juga zoonosis dan karena itu langsung mengancam populasi manusia yang tinggal dekat dengan unggas yang terkena. “Vaksin inovatif kami Vectormune ®AI adalah terobosan ilmiah yang nyata dan menandai langkah pertama menuju berpotensi memberantas penyakit ini dan meningkatkan kehidupan dan mata pencaharian jutaan orang di seluruh dunia,” aku Marcelo.

Last update: 13/06/2016

Kembali ke atas