Layer Day 2014

Fokus pada keberhasilan pencegahan penyakit pernapasan.

Ditengah kondisi pasar yang belum kondusif bagi sektor budidaya unggas layer dan broiler, PT Ceva Animal Health Indonesia tetap berusaha memberikan pelayanan terbaiknya. Khususnya dalam hal memberikan informasi dan update seputar manajemen praktis pengaturan ventilasi dan pencegahan penyakit pernapasan untuk meningkatkan performa pullet dan ayam petelur.

Demikian disampaikan Drh. Edy Purwoko,Country Manager PT Ceva Animal Health Indonesia, saat membuka Ceva Layer Day 2014 yang diselenggarakan di Hotel Mercure Serpong Alam Sutera, Rabu 23 April 2014. Seminar diikuti oleh lebih dari 70 orang peternak layer komersial dan pembibitan dengan perwakilan hampir dari seluruh Indonesia, contohnya ada yang dari Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Seminar sehari ini dipandu oleh moderator Prof. Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan MS, staf pengajar di Laboratorium Immunologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Sementara bertindak sebagai pembicara pertama adalah Mr. Chanchai Chaikittiporn, poultry ventilation specialist berbasis di Tiongkok.

Dalam pembahasan makalahnya yang berjudul “Ventilation Management to Improve Pullet and Layer Performance,” Mr. Chanchai menggunakan model kandang pemeliharaan tertutup atau sistem closed house. Ia memberikan berbagai contoh kandang closed house untuk pemeliharaan pullet dan layer yang lazim digunakan di Cina.

Menurut Mr. Chanchai sistem kandang closed house harus mampu mengeluarkan kelebihan panas, kelebihan uap air, gas-gas yang berbahaya seperti CO, CO2 dan NH3 yang ada dalam kandang, tetapi disisi lain dapat menyediakan berbagai kebutuhan oksigen bagi ayam. Berdasarkan ini, kandang dengan model sistem tertutup ini diyakini mampu meminimalkan pengaruh-pengaruh buruk lingkungan dengan mengedepankan produktivitas yang dimiliki ayam.

Secara konstruksi, kandang sistem tertutup dibedakan atas dua sistem yakni pertama sistem tunnel yang mengandalkan aliran angin untuk mengeluarkan gas sisa, panas, uap air dan menyediakan oksigen untuk kebutuhan ayam. Sistem tunnel ini lebih cocok untuk area dengan temperatur maksimal tidak lebih dari 30 oC.

Sistem kedua adalah Evaporative Cooling Sistem(ECS). Sistem ini memberikan benefit pada peternak seperti mengandalkan aliran angin dan proses evaporasi dengan bantuan angin. Sistem kandang tertutup ini hanya cocok untuk daerah panas dengan suhu udara di atas 35 oC.

Sementara itu sumber panas di dalam kandang bisa berasal dari ayam itu sendiri, sinar matahari yang ditransfer secara radiasi, panas dari brooder pada masa brooding dan panas dari proses fermentasi dalam sekam. Sementara itu sumber uap air dikatakannya dapat berasal dari kelembaban lingkungan, proses evaporasi, sisa air yang dikeluarkan bersama dengan feses, dan air minum yang tumpah.

Mr. Chanchai menegaskan, banyak cara modifikasi yang bisa digunakan untuk mendapatkan keseragaman aliran udara sekaligus mempertahankan suhu ideal bagi ayam di dalam kandang closed house. Seperti misalnya mengatur posisi pemasangan inlet, mengatur jumlah, jenis dan posisi kipas yang dipasang. Untuk hal yang satu ini tergantung pada konstruksi kandang yang digunakan, densitas ayam layer yang dipelihara, kondisi iklim (kering/lembab), dan lain sebagainya.

Ia juga menambahkan penggunaan cooling pad juga dapat membantu menurunkan suhu kandang dan menghemat kerja kipas yang terpasang asal rutin dibersihkan dari penyumbatan material organik dan debu.

“Yang penting adalah jangan sampai terjadi kebocoran aliran udara di dalam kandang melalui sekat atau kisi-kisi kandang. Karena hal ini selain menyebabkan inefisiensi, berkurangnya kontrol lingkungan, dan bisa membuat panas yang dibutuhkan saat masa brooding terbuang,” jelas Mr. Chanchai yang juga menyoroti seputar pemeliharaan kebersihan dan perawatan setiap bagian sistem dari kandang closed house.

Pembicara selanjutnya Dr. Roberto Soares,Technical Manager-PoultryCeva Asia Pacific menjelaskan soal manajemen penyakit pernapasan pada ayam petelur. Menurut Dr. Roberto manajemen penyakit pernapasan pada layer sangat ditentukan oleh faktor lingkungan yang mencakup 4 hal, yaitu kelembaban, debu, kadar amonia, dan temperatur kandang.

Kadar amonia lebih dari 20ppm bisa deteksi dengan bau di dalam kandang. Pada kadar 10ppm amonia sudah merusak permukaan organ paru pada ayam; kadar 20ppm bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit pernapasan, dan pada kadar 50ppm dapat menurunkan laju pertumbuhan. Sementara keberadaan debu bisa merusak saluran pernapasan dan meningkatkan potensi penyakit pernapasan.

Dr. Roberto juga mengungkapkan selain bisa dipicu oleh faktor lingkungan, penyakit pernapasan bisa muncul akibat adanya agen infeksi seperti virus, bateri dan jamur. Contoh infeksi yang disebabkan virus diantaranya Infectious Bronchitis (IBV), Newcastle Disease (NDV), Avian Influenza, Avian Metapneumovirus, dan Infectious Laryngotracheitis (ILT). Sementara infeksi bakteri contohnya adalah Mycoplasma (MS/MS), Fowl Cholera, Coryza, E. coli, dan Staphylococcus. Untuk jamur yang kerap muncul di saluran pernapasan adalah Aspergillus.

Sebagai upaya pencegahan terhadap IB untuk ayam yang sedang bertelur boosting dengan vaksin inaktif membantu mendapatkan titer antibodi yang lebih tinggi yang berhubungan dengan semakin tinggi tingkat proteksi yang didapatkan. Priming dengan vaksin aktif juga cukup penting. Priming dengan varian IB yang heterolog juga baik menyusul adanya proteksi silang antar vaksin IB. Selain IB, Dr. Roberto juga mengulas pencegahan penyakit ND dan MG.

Pada akhir presentasinya Dr. Roberto menyimpulkan penyakit pernapasan pada layer tidak hanya disebabkan oleh agen infeksi, namun juga dipicu oleh beberapa faktor yang bertindak bersamaan seperti misalnya, MG + amonia + debu + ventilasi buruk + respon vaksinasi jelek + dll. Oleh karenanya kondisi lingkungan sangat kritis dalam menjaga kesehatan saluran pernapasan.

Roberto menambahkan program vaksinasi seharusnya didesain sejalan dengan program kesehatan layer, namun tidak mempengaruhi kerusakan sistem pernapasan. Dan satu lagi bahwa berbagai penyakit imunosupresif harus bisa dikontrol dengan baik agar tidak menjadi pemicu masalah penyakit ikutan lainnya.

Sebagai pembicara terakhir Drh. Wintolo,Layer & Breeder Development ManagerPT Ceva Indonesia menjelaskan seputar apa itu EGGS Program. Menurut Drh. Wintolo, EGGS Program adalah sebuah program (SOP) yang dirancang untuk mengoptimalkan kualitas vaksinasi dengan 4 pilar utama. Empat pilar utama itu adalah Vaccine (Handling & Preparation), Equipment (Setup, Operation, & Cleaning) Vaccination Technique (Technique Principle & Methods), dan Monitoring & Diagnosis (Monitoring & Reporting).

Wintolo menjelaskan bahwa  pada saat ini seekor ayam layer mulai DOC sampai umur 21 minggu setidaknya akan menghadapi beberapa tindakan management yang akan memicu stress ayam yang sangat berat. Tindakan itu antara lain  adalah tindakan vaksinasi, pindah kandang, potong paruh, grading, dll. Secara umum program vaksinasi pada pullet layer saat ini kurang lebih meliputi 20 x  vaksin baik live maupun kill yang 16 x diantaranya adalah indifidual vaksinasi dimana ayam akan lebih sering ditangkap. Hal inilah yang harus menjadi pertimbangan sehingga diperlukan manajemen yang lebih bijaksana dan lebih ringkas yang salah satunya  melalui penggunaan alat  yang lebih modern dan mampu meminimalkan effek stress dari proses vaksinasi.

“Oleh karena inilah Ceva berkomitmen selain mengembangkan inovasi peralatan,  Ceva juga menyediakan produk inovasi yang dapat membantu mengurangi stress melalui  produk  kombinasi vaksin diantaranya adalah Corymune 4K & 7K, dan Vectormune. Selain itu untuk mendukung evaluasi vaksinasi terutama pada vaksinasi melalui air minum Ceva menyediakan produk Cevamune (blue dye) yang merupakan pelarut yang bisa memberikan tanda di lidah ayam apakah ayam sudah tervaksin atau belum sehingga kita tahu berapa persen ayam yang tervaksin dan berapa persen ayam yang tidak tervaksin” jelas Drh. Wintolo.

Lebih lanjut, kata Drh Wintolo,Cevac® Corymune 4Kmampu memberikan perlindungan terhadap infeksi Coryza yang disebabkanAvibacterium paragallinarumserovar A, B, dan C sertaSalmonella enteritidis. SementaraCevac® Corymune 7K merupakan  kombinasi  vaksin killed dengan kandungan antigenAvibacterium paragallinarumserovar A, B, dan C ,Salmonella enteritidis, ND strain La Sota,  EDS strain B8/78, dan virus IB strain M-41. Dengan kombinasi vaksin tersebut setidaknya peternak dapat mengurangi jadwal vaksin killed yang seharusnya dua kali aplikasi menjadi sekali saja.

Dalam pelaksanaan semua program vaksinasi, Ceva juga memiliki tim Auditor yang disebut EGGS Crew Team untuk membantu peternak dalam monitoring  pelaksanaan/aplikasi vaksinasi. EGGS Crew Team ini juga dapat memberikan bantuan edukasi/training vaksinator di farm.

Seluruh peserta seminar sangat antusias mengikuti hingga akhir acara, hal ini bisa dilihat dari masih ramainya sesi diskusi jelang seminar berakhir. Acara ini ditutup dengan pengundian doorprize menarik berupa jam tangan dan komputer tablet. Sukses untuk Ceva Indonesia! 

  

Kembali ke atas