Japfa Exclusive dan CHICK Day 2015

Ceva telah menyelenggarakan acara CHICK Day 2015 pada tanggal 5-6 Maret 2015

Objektivitas dari C.H.I.C.K. Program memastikan 100% DOC tervaksin dengan benar dan dosis tepat sesuai kebutuhan

Setahun terakhir, kasus slow growth (tumbuh lambat) pada anak ayam banyak dilaporkan muncul kembali. Kasus ayam kerdil ini merujuk pada penyakit Runting Stunting Syndrome (RSS), yang berujung tidak optimalnya performa dan tidak efisiennya ongkos produksi. Bersamaan itu, sejak akhir tahun lalu, ND (New Castle Disease) juga merebak pada broiler (ayam pedaging) di lapangan.

Fakta lapangan ini mendasari ND dan RSS menjadi topik pembahasan CHICK Day yang kembali digelar di Jakarta (5/3). “Wujud kontribusi kami bagi para peternak broiler tanah air agar lebih waspada dan dapat melakukan tindakan pencegahan yang efektif,” ujar Edy Purwoko, Presiden Direktur PT Ceva Animal Health Indonesia dalam sambutannya.

Sebagai market leader beberapa produk vaksin, Ceva selalu berusaha memberikan produk yang inovatif dan solutif. Edy mengklaim, 1 dari 3 ayam broiler di dunia menggunakan vaksin Gumboro dari Ceva, baik Transmune maupun Cevac IBDL. “Secara global, vaksin Gumboro Ceva menguasai 29 % pangsa pasar dunia. Di Indonesia, sudah 18 perusahaan dan 51 hatchery (penetasan) yang mengaplikasikan hatchery vaccination  menggunakan produk Ceva. Ini menunjukkan produk kami diterima pasar karena inovasi yang kami lakukan di sisi produk, servis, peralatan, dan juga SDM,” tegas Edy.

Seminar kali ini dimoderatori pakar penyakit unggas, Prof I Wayan Teguh Wibawan dan dihadiri sekitar 110 peternak broiler dari seluruh Indonesia. Sementara ahli penyakit unggas  yang dihadirkan sebagai pembicara adalah Dr Guillermo Zavala dari Avian Health International; Dr Roberto Soares, yang merupakan Technical Service Ceva Animal Health Asia Pacific, serta drh. Ayatullah M Natsir, Technical and Marketing Manager PT Ceva Animal Health Indonesia.

RSS

Guilermo berpesan peternak harus tanggap apabila menemui anak ayam saling menumpuk di tempat pakan karena kedinginan, dibarengi litter yang basah, dan pertumbuhan ayam tidak seragam. Menurut dia, itu adalah beberapa indikator penting gejala RSS. “Bisa jadi kasus RSS menyerang kandang tersebut,” kata Guilermo.

Diagnosa dapat diperkuat dengan membedah bangkai ayam yang kerdil. Gejala RSS ditunjukkan dengan ciri dinding usus anak ayam terlihat sangat tipis dan transparan serta di dalamnya terdapat pakan yang tidak tercerna. Proses pencernaan tidak berjalan sempurna karena villi-villi atau jonjot usus mengalami kerusakan. Dan ini bermakna kerugian, karena tidak terkonversi ke berat badan. “Bobot ayam yang terserang RSS dapat mencapai 50 % ayam normal,” sebut dia.

Biasanya RSS menyerang ayam umur kurang dari 14 hari. Karena itu kualitas brooding meliputi sanitasi, pencahayaan, kualitas udara, pakan, serta manajemen lainnya memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya RSS. Selain itu, tingkat maternal antibody (antibodi bawaan dari induk) terhadap Reovirus juga krusial menjadi penentu kejadian RSS di kandang komersil. Menurut Guilermo penyebab RSS multifaktor, tetapi Reovirus punya arti khusus sehingga perlu dapat perhatian untuk broiler di Indonesia. Dan karena virus ini dapat ditularkan secara vertikal (induk ke anak), maka vaksinasi pada induk memegang peranan penting.

ND

                  Sementara soal ND, Roberto menjelaskan virus ini beramplop, artinya sensitif terhadap desinfektan, sanitasi, dan biosekuriti. Tetapi berbeda dengan Avian Influenza (AI) yang penularannya melalui kontak, ND bersifat aerogenic, dapat ditularkan lewat udara. Sehingga vaksinasi adalah pertahanan utama, dan biosekuriti supporting. Senada Prof Wayan mengatakan, ND dan IB bersifat aerogen, maka vaksin memegang peran sangat penting “Karena biosekuriti tidak bisa menghadang hembusan angin,” ujarnya.

Penyakit ND di Indonesia bersifat endemik, muncul tidaknya tergantung kombinasi biosekuriti dan vaksinasi yang diterapkan. “Begitu lengah akan biosekuriti dan tidak ketat vaksinasi, ND muncul lagi,” kata Roberto.

Roberto menyebut tipe ND pernapasan, pencernaan, dan saraf, ketiganya dapat menyebabkan kematian tinggi. Meski demikian, kata dia, vaksin baik killed atau live, mampu memberikan kekebalan terhadap semua strain virus ND di lapangan, karena mekanisme proteksi silang karena satu serotype. Selain itu semua vaksin ND mampu menekan shedding (pelepasan virus) ke lingkungan melalui feses dan cairan tubuh. “Yang perlu diperhatikan adalah faktor kualitas vaksinasinya,” tegas Roberto.

                  Aplikasi vaksin melalui air minum, tetes mata, dan spray memiliki kelebihan dan kekurangan. Teknik spray (semprot) adalah yang paling baik, karena dapat menggertak kekebalan lokal di saluran pernapasan bagian atas. Syaratnya, dilakukan dengan tepat, terutama jarak nozzle dengan kepala ayam atau target. Roberto menambahkan, mempertimbangkan reaksi post vaccinal (pasca vaksin), maka vaksinasi di hatchery adalah pilihan paling tepat.

C.H.I.C.K. Program

    Ceva senantiasa mendukung hatchery vaccination melalui C.H.I.C.K. Program. Ditegaskan drh. Ayatullah, C.H.I.C.K. Program tak hanya memastikan teknik vaksinasi dilakukan dengan tepat tetapi juga memastikan pemeliharaan vaksin yang benar, memastikan peralatan vaksin berfungsi dengan baik, membantu pelatihan bagi SDM kandang tentang prosedur vaksinasi yang baik dan benar, serta melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap vaksinasi yang dilakukan.  “Objektivitas dari C.H.I.C.K. Program adalah memastikan 100% DOC tervaksin dengan benar dan dosis tepat sesuai kebutuhan,” klaim pria yang akrab disapa Ayat ini.

Terbaru, C.H.I.C.K. Program berinovasi dengan C.H.I.C.K. Apps. yang merupakan aplikasi monitoring dan audit hatchery vaccination melalui smartphone. “Untuk sinkronisasi database, agar tahu apa yang terjadi di hatchery sesegera mungkin setelah proses vaksinasi,” terang Ayat. Ceva akan terus menyempurnakan inovasi C.H.I.C.K. Program demi memastikan SOP vaksinasi di hatchery dilakukan dengan tepat agar kualitas dan efikasi vaksin optimal.

Nuryanto Saskara, praktisi perunggasan yang hadir sebagai peserta seminar menyampaikan apresiasinya. “Topik tentang RSS ini sangat bermanfaat. Seperti biasa, Ceva selalu memberikan sesuatu yang inovatif dan solutif serta responsif,” ujar Nuryanto.

Tanggapan lainnya disampaikan Yoyo Gumelar dari Tri Grup yang juga pengguna Cevac IBDL dan vaksin hatchery dari Ceva. Menurut Yoyo, saat ini hatchery vaccine sudah menjadi kebutuhan utama. “Kualitas DOC yang divaksin di hatchery dengan yang tidak, beda. Walaupun ada penambahan biaya antara Rp 250-280 per ekor, tapi secara teknis peternak sangat terbantu,” aku Yoyo.

Kembali ke atas